Memata-matai Pembelanja

Cara-cara yang dipraktekkan dalam periklanan dan pelacakan konsumen secara agresif, menyebarkan secara online, bakal sampai ke toko ritel di dekat Anda. Ada prediksi, dalam sepuluh tahun mendatang, setengah warga Amerika akan memiliki implan tubuh yang memberi tahu pengecer tentang misalnya bagaimana perasaan mereka terhadap produk tertentu saat mereka melihat-lihat toko lokal mereka.

Gagasan itu mungkin aneh, tapi ini tidaklah tidak mungkin karena ada dorongan kuat para eksekutif toko ingin memahami perasaan dan sikap pembeli saat berada di lorong toko dengan detail. Obsesi yang sama juga muncul di kalangan eksekutif took online, mereka ingin melacak perilaku pembelanaja secara online.

Sebenarnya, revolusi pengawasan tersembunyi telah sejak lama berlangsung di toko fisik. Sudah sejak lama pengelola toko – dengan alasan keamanan – menempatkan kamera tersembunyi untuk mengawasi pembelanja saat mereka melakukan pembelian.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa eksekutif ritel, analisis publikasi perdagangan, dan pengalaman baik sebagai orang pelaku bisnis, periklanan dan studi digital, penulis buku The Aisles Have Eyes, Joseph Turow menarik tren yang selama ini terjadi ke tingkatan yang lebih tinggi lagi dengan memprediksi bagaimana generasi pedagang yang masuk ke era kompetisi – termasuk Macy's, Target , dan Walmart - menggunakan data mining, pelacakan di dalam toko, dan analisis prediktif untuk mengubah cara orang berbelanja, termasuk merusak privasi pembelanja.

Pembelanja berada di bawah pengawasan elektronik sejak mereka memasuki supermarket. Sebuah aplikasi di ponsel cerdas mereka "memotret" sebuah suar dan memberi tahu pedagang tentang apa yang ada di dalamnya dan produk apa yang dilihat pembelanja. Setelah berbelanja dalam jumlah tertentu, begitu keluar dari pintu supermarket, pembelanja akan menerima kupon untuk pembelian beikutnya sesuai dengan preferensi mereka.

Inilah awal dari "transformasi hebat" di dunia ritel. Pada tahun 2028, separuh dari seluruh orang Amerika diperkirakan memiliki implan tubuh yang dapat berkomunikasi dengan pengecer saat mereka berjalan di sekitar toko. Pada saat itu, pengecer harus mendefinisikan ulang hubungan penjual-pelanggan. Di satu sisi, pedagang mendapatkan informasi tentang pembelanja, di sisi lainnya pengecer menawarkan program loyalitas, kupon diskon, dan tunjangan lainnya.

Konsekuensi dari hubungan itu adalah pengecer harus mengedukasi konsumen agar degan sukarela menyerahkan data pribadi, menerima tindakan diskriminasi yang dilakukan pengecer yang menilai dan menghargai berdasarkan tingkatan tertentu, dan membuang keinginan mendapat perlakuan egaliter di pasar Amerika.

Mereka menyebarkan berita bahwa era belanja yang demokratis telah tiba, namun impuls kuat terhadap diskriminasi tetap ada. Terlepas dari retorika egalitarian mereka yang dominan, retorika itu selalu diimbangi dengan praktik yang tidak adil. Diskriminasi muncul di banyak elemen department store dan pusat perbelanjaan grosir abad ke-20, mulai dari harga, layanan pembelian, pengemasan, branding, display, promosi, lokasi, arsitektur, sistem pembayaran, dan tenaga kerja.

Sementara pengecer besar terus menerus menyeret toko lainnya ke dalam persaingan harga terendah dalam jangka pendek, mereka sendiri sebenarnya khawatir bahwa praktek tersebut terus-menerus membutuhkan jaminan harga serendah mungkin. Dampak dari praktek tersebut adalah kebangkrutan.

Beberapa toko mencoba untuk menggantinya dengan cara mengatur operasinya sedemikian rupa sehingga mereka dapat menawarkan lingkungan yang indah, diskon berkala, dan insentif populis lainnya yang akan mendorong loyalitas di kalangan populasi pembeli yang luas. Namun realitasnya yang berhasil tidak terlalu terlalu banyak. Mereka cenderung bermain dengan harga.

Dalam buku ini, Turow nyaris tidak menyembunyikan kemarahannya pada invasi pengawasan bawah radar di Target, Wal-Mart, dan tempat lain, yang menurut dia harusnya tindakan itu dilakukan berdasarkan regulasi dan tingkat pendidikan konsumen.

Meskipun terkadang berulang-ulang, bukunya menawarkan wawasan berharga tentang pengumpulan data di dalam toko, termasuk pengamatan sumber industri yang diwawancara Turow tanpa menyebutkan nama sumber itu. Sebagian besar pengecer, tulisnya, berharap generasi mendatang hanya akan menerima pengawasan dan pelacakan sebagai bagian dari pengalaman berbelanja di Amerika.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)