Begini Langkah Dexa Group Mengurangi Obat Impor

Merujuk data Riseksdas 2013, diperkirakan ada lebih dari 14.500 pasien limfoma yang terdeteksi di Indonesia. Tak heran, jika limfoma merupakan salah satu dari sepuluh jenis kanker terbanyak di dunia. Sayangnya, pengobatan terhadap pasien limfoma terkendala oleh mahalnya obat yang notabene lebih banyak diimpor dari luar negeri.

Berangkat dari fakta itulah, Dexa Group melalui anak usaha PT Fonko International Pharmaceuticals memutuskan untuk memproduksi Bendamustine dengan merek Fonkomustin. Melalui berbagai penelitian, Bendamustine tercatat sebagai terapi alternatif terbaik bagi para pasien Limfoma Non Hodgkin.

Diungkapkan Krestijanto Pandji, Presiden Direktur Ferron Par Pharmaceuticals--anak usaha Dexa Group yang juga produsen salah satu produk pengembangan Bendamustine--harga obat Fonkomustine akan jauh lebih murah dibandingkan obat impor. "Selain itu, obat ini juga berstandard Eropa," katanya.

Lebih lanjut ia menerangkan, PT Ferron Par Pharmaceutical mulai memproduksi Bendamustine sejak 2014 dan hasil rekomendasi RS Dharmais membuat obat ini sedang proses masuk formularium nasional, sehingga diharapkan dapat digunakan pasien BPJS di tahun 2018.

"Visi misi Dexa Group bukan semata-mata komersial, tetapi bagaimana produk ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih mendapatkan kualitas hidup lebih baik dengan bendamustin-rituximab dibandingkan kemoterapi standard yang memiliki lebih banyak efek samping, misal efek kebotakan. Selain itu, kami berharap langkah ini dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap obat impor," jelas Pandji.

Demi memperkenalkan obat anyar itu, pada akhir Januari ini (27/1), Dexa Group menggelar event edukasi bertajuk "Rudy Soetikno Memorial Lecture" yang dihelat di Tangerang. "Program ini sebagai bentuk dedikasi kami kepada pendiri Dexa Group, Bapak Rudy Soetikno. Beliau adalah pendiri perusahaan farmasi nasional terkemuka Dexa Group yang didiagnosis menderita Limfoma Non-Hodgin, salah satu jenis kanker yang menyerang sistem limfatik," terang Pandji.

Ratusan dokter spesialis dari berbagai rumah sakit di Indonesia pun tampak menghadiri event edukasi tersebut. Tak hanya dari kalangan dokter, namun media juga turut diedukasi. Pada kesempatan itu, sejumlah pakar dihadirkan. Di antaranya, Prof. Rummel MJ, MD, PhD dari RS Universitas Giessen di Jerman dan Dr. dr. Hilman Tadjoedin, Sp.PD-KHOM yang merupakan dokter spesialis onkologi medik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)